Oleh: Ferdy Moidady
DALAM KBBI ‘prasangka’ diartikan, 1. pendapat (anggapan) yang kurang baik mengenai sesuatu sebelum mengetahui (menyaksikan, menyelidiki) sendiri. 2. Kiraan yang keras dan kurang tajam tilik mengenai orang dan keadaan sekeliling, biasanya bersifat pradini, merusak dan memihak, serta mendorong ke arah tindakan gegabah. Dan ‘rasional’ diartikan, menurut pikiran dan timbangan yang logis; cocok dengan akal. KBBI juga mengartikan ‘kerasionalan’, pendapat yang berdasarkan pemikiran yang bersistem dan logis; keadaan rasional. ‘Sesuatu yang rasional biasanya dekat dengan pikiran (dan prasangka dekat dengan perasaan)’.
Tulisan ini berupaya menilik kehadiran prasangka dan kerasionalan di masyarakat (rakyat dan politisi) dalam dunia politik. Di arena politik, kehadiran prasangka dan kerasionalan membentuk dinamika yang kompleks, mempengaruhi pengambilan keputusan dan dinamika masyarakat. Meskipun keduanya memiliki aspek baik dan buruk, pengelolaannya menjadi kunci untuk mencapai kebijakan yang adil dan pembangunan masyarakat yang berkelanjutan yang berkualitas.
Kerasionalan dalam Politik: Kebaikan dan Keburukan
Aspek Kebaikan:
1. Keputusan yang Terinformasi: Rasional dalam politik memungkinkan pengambilan keputusan yang lebih terinformasi. Politisi dan pemimpin yang memprioritaskan kerasionalan cenderung mempertimbangkan fakta dan analisis dengan lebih seksama sebelum membuat keputusan.
2. Kebijakan yang Efektif: Kerasionalan dapat mengarah pada pembentukan kebijakan yang lebih efektif. Keputusan yang didasarkan pada pemahaman mendalam tentang isu-isu politik cenderung menciptakan solusi yang lebih efisien.
3. Pertumbuhan Ekonomi dan Kesejahteraan: Keputusan politik yang rasional dapat mendukung pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Kebijakan yang didukung oleh analisis rasional dapat menciptakan lingkungan bisnis yang stabil dan berkelanjutan.
Aspek Keburukan:
1. Ketidaksetaraan dan Diskriminasi Tertanam: Dalam beberapa kasus, kerasionalan bisa menjadi ‘penyamaran’ untuk membenarkan tindakan diskriminatif. Keputusan yang rasional dapat terbebani oleh prasangka yang mungkin tertanam dalam struktur sosial dan politik.
2. Ketidaksetaraan Akibat Kebijakan: Rasionalitas tanpa pemahaman mendalam terhadap dampak sosial dapat menghasilkan kebijakan yang memperdalam ketidaksetaraan. Keputusan yang hanya didasarkan pada analisis ekonomi mungkin mengabaikan aspek sosial dan budaya.
Prasangka dalam Politik: Kebaikan dan Keburukan
Aspek Kebaikan:
1. Keberpihakan dan Identitas Kelompok: Prasangka dapat memobilisasi dukungan dari kelompok tertentu. Politisi yang berhasil membangun narasi identitas kelompok dapat mendapatkan dukungan politik yang kuat.
2. Keterhubungan Sosial: Prasangka dapat membentuk keterhubungan sosial dan solidaritas di antara anggota kelompok. Ini dapat menjadi dasar bagi perubahan sosial dan politik yang diinginkan oleh suatu kelompok.
Aspek Keburukan:
1. Diskriminasi dan Pembagian: Prasangka seringkali terkait erat dengan diskriminasi dan pembagian dalam masyarakat. Politik yang dibangun di atas prasangka dapat merugikan kelompok tertentu dan meruncingkan konflik sosial. Sejarah di Indonesia (Nusantara), banyak sekali konflik tatkala diskriminasi (ketidakadilan) hadir dengan jelas atau tersamarkan.
2. Ketidaksetaraan dalam Akses dan Peluang: Prasangka dapat memperburuk ketidaksetaraan dalam akses dan peluang. Politik yang didorong oleh prasangka dapat menciptakan hambatan bagi kelompok-kelompok tertentu untuk berkembang.
Pengelolaan Prasangka dan Kerasionalan:
1. Pendidikan Politik yang Inklusif: Pendidikan politik yang inklusif dapat membantu mengurangi prasangka dan mendorong pengambilan keputusan yang lebih rasional. Mengedukasi masyarakat tentang isu-isu kompleks dan mendorong dialog yang konstruktif adalah langkah positif.
2. Media Massa yang Bertanggung Jawab: Media massa memiliki peran besar dalam membentuk opini publik. Media yang bertanggung jawab harus memberikan liputan yang seimbang dan menghindari menyebarkan prasangka atau informasi yang tidak benar.
3. Partisipasi Masyarakat yang Aktif: Masyarakat yang aktif berpartisipasi dalam proses politik dapat menjadi agen pengurangan prasangka. Partisipasi yang informan dan kritis dapat mendorong pengambilan keputusan yang lebih rasional.
Dalam masyarakat, pendapat dan pengambilan keputusan tergantung tingkat pendidikan. Makin tinggi tingkat pendidikan, makin tinggi tingkatan kerasionalan masyarakat. Dan makin rendah tingkat pendidikan, makin rendah kerasionalan masyarakat.
Dalam dunia politik yang realistis dan kompleks, kerasionalan dan prasangka adalah dua kekuatan yang dapat membentuk arah dan tujuan kebijakan. Pengelolaan keseimbangan antara keduanya adalah kunci untuk mencapai kebijakan yang adil dan membangun masyarakat yang inklusif.
Semoga para politisi (dan rakyat) mengelola prasangka dan kerasionalan yang ada di masyarakat (sebagai realitas) dengan baik-baiknya. Dengan sebenar-benarnya. Semoga Tuhan selalu melindungi dan menyayangi kita semua. *
(Penulis adalah pengajar Sejarah Indonesia di SMK Depok Jawa Barat)
Discussion about this post