Di usia senja, sejatinya untuk beristirahat dari aktivitas bekerja. Apalagi, pekerjaan yang membutuhkan tenaga ekstra, tapi tidak bagi Edy Purwanto. Kakek berusia 72 tahun ini masih setia dengan pekerjaannya sebagai penambal ban demi rezeki halal.
Oleh: Sutopo Enteding
USIANYA memang tak lagi muda. Badannya ringkih, tapi masih terlihat cukup kuat. Ban motor matic berwarna hitam kempis. Edy dengan cekatan menarik masuk ke bengkel sederhananya di Kelurahan Tanjung Tuwis, Kecamatan Luwuk Selatan, Kamis (21/3/2024).
Meskipun sedang berpuasa, dengan telaten, Edy membuka ban kempis, lalu menggantinya dengan yang baru. Rupanya, motor si pelanggan itu, tak hanya kempis. Tapi, velg ban motor bagian belakang harus disetel, demi kenyamanan pengendara.
Itu pun menjadi salah satu penyebab ban dalam motor itu sobek, gegara terkikis teralis velg. Rupanya, Edy Purwanto pun mahir menyetel velg motor. Tak butuh waktu lama, velg dibukanya, lalu dilanjutkan dengan menyetel velg.
Bergerak tidak lamban, cekatan seolah menyisyaratkan bahwa Edy belum berusia 72 tahun. Namun tubuhnya seolah memberi gambaran bahwa Edy, benar-benar bersuai senja. Jenggot yang menghiasi dagunya sudah memutih, kacamata minus cukup tebal.
Meskipun tenaganya masih cukup kuat, tapi penglihatannya sudah tak stabil. Itu diketahui saat ia memasang kembali knalpot. Butuh waktu beberapa menit, karena berulang. Matanya didekatkan ke objek pemasangan baut, untuk memastikan pasangan baut benar-benar tepat.
Edy Purwanto mengaku, telah melakoni pekerjaannya itu puluhan tahun. Sejak tahun 1992, Edy mengaku telah membuka bengkel. Salah satu pelayanannya adalah menambal ban motor dan mobil.
Ayah lima anak ini lahir di Kediri, Jawa Timur. Di usia 25 tahun tepatnya pada tahun 1974, Edy bersama empat saudaranya diboyong ayahandanya, Marijam ke Luwuk.
Marijam adalah anggota TNI AD yang bertugas di Kabupaten Banggai. Berpangkat sebagai pembantu letnan satu (Peltu), ayahanda Edy Purwanto mengakhiri karir militernya sebagai Danramil Salakan.
Saat di Luwuk, Edy tinggal di Maahas. Dari lima bersaudara, hanya Edy yang bertahan di Kabupaten Banggai, sementara saudaranya yang lain kembali ke Jawa.
“Kami lima bersaudara, empat laki, satu perempuan. Cuma saya yang di sini, empat saudara saya di Jawa. Tidak tahan di sini,” cerita Edy.
Tahun 1992, Edy mulai membuka bengkel di Simpong. Tiga belas tahun membuka bengkel di Simpong, pada tahun 2005, Edy pindah tempat di Kelurahan Tanjung Tuwis hingga sekarang.
Bengkel Edy masih serangkaian badan rumahnya. Di sisi kanan rumahnya, dijadikan bengkel berukuran sekitar 2 X 3 meter. Ban dalam bekas terpajang di bengkel ‘mungil’ milik Edy.
Discussion about this post